3 Februari 2014 ( 12.45 – 1.26 p.m)
Teruntuk kekasihku kelak yang akan
mendampingi hidupku dunia akhirat.
Assalamualaikum wr wb.
Tulisan ini akan menjadi perwakilan
dari apa yang sedang aku rasakan belakangan ini. Sudah lama aku menunggu
seseorang yang akan menjadikanku kekasihnya dunia akhirat dalam ikatan suci
pernikahan. Memang terlalu dini untuk membicarakan ini. Tapi ini adalah sebuah
keharusan yang harus terjadi, demi memenuhi setengah iman yang ada di hati. Aku
tau, bagi seorang mahasiswa seperti aku membicarakan hal seperti ini adalah hal
yang tak perlu dipikirkan. Terlebih lagi bagi orang tua, keluarga dan beberapa
rekanku. Mereka berprinsip, bahwa aku harus menyelesaikan kuliahku terlebih
dahulu. Lalu, bekerja pada satu perusahaan. Mendapatkan gaji, membahagiakan
orang tua dan adik-adik. Lalu baru setelah itu aku diperbolehkan menikah.
Agaknya urutan cerita ini berbeda dengan apa yang aku pikirkan.
Aku seperti memiliki keyakinan lain.
Aku memiliki keinginan untuk menikah muda. Tujuanku satu, aku ingin mengurangi
semua dosa yang bisa saja terjadi setiap waktunya. Lalu, setiap orang
mengkhawatirkan rezeki yang ada. Bukankah semuanya yang mengatur adalah ALLAH?
Kita hanya perlu untuk berusaha dan berikhtiar dengan semua yang ada di dunia
ini. Jodoh, kematian, kehidupan juga semua kuasa-Nya. Apa yang membuatmu
khawatir?
Dalam doaku, aku memanjatkan sesuatu
tentangmu. Aku tidak tahu siapa kamu. Aku tidak mengerti bagaimana nanti kita
dipertemukan. Aku tak paham mengapa setiap informasi mengenaimu tersimpan rapi
oleh sang pencipta.
Dalam sujudku, aku merasakan kuasa-Nya
tentangmu. Kamu yang memang tidak pernah aku duga siapa dan dimana kita akan
bertemu.
Seusai shalat, aku bercerita dan
mencurahkan semua tentang kamu. Aku memantapkan hati, jiwa dan raga. Aku
bertekad untuk terus memperbaiki diri. Aku ingin di waktu yang tepat, semuanya
telah siap.
Kamu,
Sebenarnya siapa gerangan yang akan datang
menghadap orang tuaku?
Sekarang kamu sedang apa dan dimana?
Apakah dirimu terus mendekatkan diri
kepada Allah SWT?
Kamu sedang memperbaiki diri,
meningkatkan kehidupanmu lebih baik kearah dunia dan akhirat, kan?
Kamu sedang menyusun rencana untuk
menjadikan kita bersatu dalam bahtera rumah tangga?
Kamu sedang berpikir keras, bagaimana
meyakinkan orang tuaku untuk percaya dan merelakan anak pertamanya menjadi
milik lelaki asing?
Aku percaya itu, kamu sedang baik-baik
saja. Kamu menyebut nama-Nya di setiap waktumu.
Kamu sedang memohon untuk memantapkan
hatimu.
Aku disini, masih setia menunggu. Aku
sedang berusaha menuntaskan strata satu (S1). Aku juga sedang mempersiapkan
diri untuk menjadi pendampingmu kelak. Kita bersatu bukan untuk tujuan hidup
yang semu ini, tapi tujuan yang abadi di akhirat.
Tuhan, dalam doaku, pikiranku dan
langkahku, aku selalu memikirkan “Dia” yang akan menemaniku di sisa waktu yang
kau berikan.
Dia adalah kamu imamku.
Imamku, jaga dirimu baik-baik, aku
ingin engkau terus memeluk Ridho Tuhan kita.
Imamku, ketika aku melakukan kesalahan
dan mau melakukan hal buruk, secepat mungkin aku ingin bertaubat. Aku tidak
ingin kita tidak dipertemukan, karena satu kesalahanku lalai terhadap
tuntunan-Nya.
Imamku, jika aku tau siapa engkau.
Mungkin aku tak perlu khawatir dan memikirkan apa yang terjadi kelak. Tapi, aku
percaya ini sebagai sebuah kejutan yang sangat membahagiakan kelak.
Imamku, aku hanya ingin melakukan
semua hal yang baik bersama. Aku ingin setiap langkhaku ada yang menjaga dan
menemani. Aku ingin ada yang membangunkanku untuk shalat tahajud dan shalat 5
waktu, shalat dhuha dll. Aku ingin mengaji dan menghapal Al-Qur’an bersamamu
dan anak-anak kita kelak.
Imamku, aku mau membahagiakan orang
tuaku, orang tuamu dan kamu tentunya pangeran hidupku.
Imamku, apa yang perlu kau takuti
dengan kehidupan sementara ini? Bukankah dengan mengingat Allah, hati menjadi
tenang? Lalu, mengapa engkau masih ragu untuk menjemput setengah imanmu
bersamaku? Apa yang engkau pikirkan? Sekolahku yang belum usai? Takut tidak
bisa membahagiakn orang tuamu?. Mengapa kau tidak pikirkan begini saja, kita
yang akan bahagiakan mereka. Ya kita berdua. Kita yang akan menebar manfaat
bersama. Menebar kebaikan. Menebar kebahagiaan.
Imamku, aku iri dengan orang yang
memprioritaskan akhirat sebagai tujuan hidupnya. Aku tidak iri dengan orang
yang bermesraan dengan pacarnya, bahagia bersama, meski aku dahulu menjadi
wanita yang sangat jahiliyah. Tapi aku ingin berubah, demi bersanding denganmu.
Aku tidak iri dengan orang yang mengejar banyak kesuksesan untuk tujuan dunia.
Imamku, aku bangga ketika dengan
keterbatasanmu dan kekuranganmu datang menghadap orang tuaku. Aku selalu
memberikan apresiasi tinggi kepada lelaki seperti itu. Bukan yang hanya
mengobral janji.
Imamku, aku memang terlihat aneh dan menggebu-gebu.
Tapi ini adalah keyakinan, ini prinsip. Aku memiliki itu sejak lama. Aku
menjaga setiap prinsip yang memang itu benar dan tidak merugikan orang lain.
Imamku, aku memiliki keyakinan yang
kuat, bahwa dengan kita menjalin hubungan yang diridhio ALLAH tidak akan
membuat hidup kita semakin memburuk. Jika memang kenyataannya tidak baik, itu
mungkin kita terlalu lalai dengan perintah-Nya. Atau ini cobaan untuk kita
untuk lebih dekat bersama-Nya.
Imamku, jangan takut. Kita bisa hadapi
bersama. Kita kuat mengarungi kehidupan yang sangat sementara ini.
Imamku, aku selalu membayangkan, hidup
kita akan jauh lebih baik. Kamu yang mencari nafkah untuk keluarga kita, aku
akan berusaha menjadi ibu rumah tangga yang bisa menghasilkan sesuatu
kebermanfaatan. Aku tak perlu ragu untuk meyakini setiap langkahku bersamamu.
Imamku, hidupku belum sempurna.
Hidupku belum ada apa-apanya jika engkau belum menujukkan dirimu dihadapan
orang tuaku. Puzzle yang masih tersimpan rapi belum juga rampung. Belum
terselesaikan oleh cerita tentang kita.
Imamku, aku butuh puing-puing puzzle
itu tersusun sempurna di tempatnya. Rona kebahagiaan akan terlihat jelas di
atas tumpukkan kepingan puzzle tersebut.
Imamku, meski secara logika semua
terasa tidak mungkin dalam waktu dekat ini. Tapi aku selalu meyakini semua
rencana ALLAH SWT. Aku tak penah ragu dengan apapun yang akan terjadi. Meski
orang tua dan adik-adikku belum menyetujui dengan wacana pernikahan yang akan
terjadi, meski budeku belum menikah, kuliahku belum selesai. Hati kecilku
selalu berkata, pasti ada jalan untuk membuat segalanya tampak mudah dan tak terduga.
Imamku, tetesan air mata tak dapat aku
bendung ketika aku menulis tentangmu. Aku selalu percaya mukjizat itu selalu
ada.
Imamku, engkaulah penyemangatku untuk
terus berbuat baik. Aku selalu menunggumu, meskipun aku tidak pernah mengetahui
siapa sebenarnya kamu.
Imamku, tolong lihat apa saja
keajaiban yang Allah turunkan kepada kita umat manusia agar kita melaksanakan
perintah-Nya?
Imamku, kita saling menunggu waktu
yang sangat tepat. Tapi semua keputusan awal ada di engkau calon imamku. Hasil
akhir yang akan menentukan kita bersama atau tidak itu dari Allah SWT lewat aku
dan keluargaku.
Imamku, buat apa kamu sukses dengan
jabatanmu, kekayaanmu, dll hanya seorang diri?. Engkau tidak mau ada yang
menemani kesuksesanmu?
Imamku, engkau tidak mau ada yang
mendengarkan seluruh ceritamu, hari dimana kamu bekerja? Engkau tidak ingin ada
yang menemanimu di setiap acara yang akan dihadiri? Engkau tidak ingin ada yang
mengenggam tanganmu dengan sangat erat ketika kamu merasa ketakutan?
Imamku, mari kita lakukan bersama.
Mari kita rengkuh Ridho-Nya untuk kebahagiaan dunia akhirat.
Imamku, aku akan terus menunggumu dan
bersabar di dalam doaku hingga hembusan nafas ini terhenti. Hingga Allah
mempertemukan kita dan menyatukan kita kembali di kehidupan selanjutnya.
Imamku, suatu saat nanti kita akan
dipertemukan dan melakukan segalanya berdua. Engkau yang akan selalu aku
banggakan. Imamku, suamiku dan ayah dari anak-anak kita kelak.
Dalam doa dan sujudku, aku tau kita
sama-sama menunggu waktu yang tepat untuk kita bersama. Allah Maha mengetahui
segala sesuatu-Nya. Rencana-Nya selalu menjadi yang paling luar biasa.
“Dan diantara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (Q.S.
Ar-Rum [30] : 21)
“Nikahkanlah orang-orang yang masih
membujang diantaramu, juga orang-orang yang layak menikah dari hamba-hamba
sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan
memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Allah Maha Luas
pemberian-Nya, Maha Mengetahui” (Q.S. An-Nur
[24] : 32)
“Salah satu golongan yang berhak
ditolong Allah SWT, yaitu orang yang menikah karena ingin menjauhkan dirinya
dari yang haram” (H.R.Tirmidzi)
“Wanita itu dikawini karena 4 hal :
karena hartanya, karena kebangsawanannya, karena kecantikannya dank arena
agamanya. Maka pilihlah yang beragama, semoga beruntung usahamu” (H.R. Bukhari
dan Muslim)
No comments:
Post a Comment