Search This Blog

Saturday, February 8, 2014

Kita Mulai Jatuh Hati (#DFS)



Kita mulai jatuh hati (#DFS)

9 Februari 2014, pukul 11.37 a.m.

Banyak sekali cerita yang ingin aku bagikan. Jika beberapa waktu aku menceritakan tentang perjalanan kami selama di Indramayu dan Cirebon. Kali ini aku akan keluar dari kisah itu. Bukan lagi tentang kuliner ataupun tempat-tempat bersejarah. Tapi kisah cinta yang tak pernah lelah untuk dibahas, untuk didengar dan diarungi.

Tiga minggu lamanya kami berada di Desa Majakerta Balongan. Kami PKL di PT.Pertamina, interaksi kami banyak dengan PE (Process Engineering), operator atau karyawan lainnya. Beberapa partner dari Universitas lain sudah banyak memiliki targetan untuk jatuh cinta kepada karyawan perusahaan minyak dan gas itu.  Kami hanya geleng-geleng kepala. Kami belum merasakan apa-apa. Hari berganti hari, kami mendapatkan orientasi mengenai semua proses dan unit yang ada disini. Setiap unit memiliki PE yang berbeda-beda. Perbandingan Antara PE laki-laki dan perempuan adalah 9:1. 


Bersama sahabat tercinta, Mona Maryam (Balongan 2014) #DFS


Singkat cerita, sudah 2 minggu disini, kami merasakan hal yang sama dengan kawan-kawan yang lain. Kami mulai merasakan hal aneh dengan salah satu PE. Perkenalkan terlebih dahulu, aku Dini Fuadillah Sofyan (perempuan yang paling hobi kuliner serta jalan-jalan) dan Mona Maryam sahabatku serta partner KP. Kami memang selalu berdua, di ruang PE, ke masjid, kantin atau tempat lainnya. Kami mulai bertingkah aneh. Bisa dibilang kami merasakan perasaan aneh terhadap seseorang.

Awalnya, aku bertanya-tanya mengenai riset di kampusku mengenai boiler. Aku berdiskusi dengan salah satu PE yang paham mengenai boiler. Rekanku yang lain seperti menggoda dengan lelucon mereka. Aku masih biasa saja, taka da perasaan apapun kecuali seperti kakak dan adik. Di waktu yang berlainan, saat penjelasan salah satu unit oleh PE. Dia mulai merasakan aura kharismatik dari PE tersebut.

Jika sahabatku, Mona mulai memiliki perasaan dengan PE saat orientasi. Lain lagi dengan aku, sesaat setelah orientasi ke kilang. Aku melihat sorot matanya yang berbinar. Matanya tampak sipit dan kecil. Setelah itu, jika bertemu dengannya salah tingkah. Sebut saja nama PE tersebut yaitu : kak  Haris dan kak Anwar. 

Kami memang bercerita antar kami saja. Jika bertemu dengan kakak tersebut, kami hanya melirik satu sama lain. Lambat laun, pembimbing kami memberitahu, bahwa kak Haris dan Anwar akan segera menikah. Jleb! Dada kami terasa sesak, hati kami kacau tidak keruan. Semua terasa hambar. Argh, bunga itu baru bermekaran sudah layu bunga tersebut. Bunga itu baru saja ditanam, diberi pupuk dan air, tapi sudah tak bergairah.*********

Tapi itulah kehidupan. Semua tidak seindah yang kita bayangkan. Baru akan menikah saja kami masih berpikir positif. Ya pikiran bahwa jodoh tidak kemana. Bahwa siapapun kelak yang menjadi suami kita itulah yang terbaik Allah kirimkan. Rasanya, kami masih saja betah dan bersemangat untuk tetap disini. Karena ada kakak-kakak tersebut. Ada penyemangat untuk kita lebih baik lagi. Kelak, semua ini akan menjadi cerita indah kita berdua. Sepasang sahabat yang berusaha mengarungi kehidupan ini.

Keterangan :
********* (cerita ini ada benarnya dan ada tambahan. Agar hidup kami disini tidak flat. Kami hanya menghibur diri. Kami ingin semuanya terasa bahagia. Percayalah, sudah ada jodohnya masing-masing bagi kami berdua. Kelak kita akan dipertemukan, entah dengan siapa dan dimana. Sekarang waktunya untuk memperbaiki diri)

#DFS

CIREBON PART 2 (EDISI PKL JANUARI-FEBRUARI) #DFS

CIREBON PART 2 (EDISI PKL JANUARI-FEBRUARI)

9 Februari 2014, 8.17 a.m, Balongan Indramayu Jawa Barat.

Pagi ini matahari benar-benar tersenyum girang. Cahayanya menghangatkan kamar yang menjadi tempat tinggal kami selama satu bulan ini. Perjalanan ini akan terus berlanjut. Perjalanan ini akan menjadi cerita paling berkesan. Hidup lebih dari satu bulan di desa Majakerta Balongan. Memahami apa saja yang menjadi kebiasaan masayarakat disini, kebudayaan, makanan khas, Bahasa dll. Aku terus mencintai apa saja yang aku lakukan dan rasakan. Sebuah perjalanan! Makna kehidupan! Kebahagiaan yang tak bisa diganti oleh apapun.

Sudah 3 minggu kami menetap disini, menjadi anak rantau dan belajar layaknya seorang PE (Process Engineering) di PT.Pertamina RU VI Balongan. Selama itu pula, kami memiliki banyak cerita. Cerita suka, duka, miris ataupun masalah lainnya. Tapi kami tidak merasa itu sebuah kesengsaraan. Semua adalah kebahagiaan.

Cerita itu diawal pada tanggal 1 Februari 2014.

Sebelumnya, akhir Januari merupakan hari libur nasional.  Hari itu ada perayaan tahun baru China. Kami belum berniat untuk beranjak dari tempat kami berdiam diri. Lalu, kami membuat rencana untuk menjelajahi Cirebon bagian kedua. Sabtu, awal di bulan Februari kami bersiap-siap untuk ke Cirebon. Kami mengendarai motor. Motor itu adalah pinjaman dari alumni Teknik Kimia Universitas Srwiijaya, Kak Titok Dalimunthe. Ada keraguan dalam hati kecilku. Aku memang belum pernah mengendarai motor sejauh 100 km, tapi aku bertekad untuk mencoba. Pagi-pagi kamu sudah menggoreng pempek untuk dijadikan bekal saat perjalanan. Aku memanaskan motor, menggunakan jaket, masker, helm. Aku kendarai motor tersebut, di belakang ada sahabatku. Kecepatan motor stabil di 70 km/jam. Jalan menuju Cirebon tidak ramai. Sawah-sawah di samping kanan kiri, sudah surut dengan banjir. Mata dimanjakan dengan hamparan hijau meneduhkan. 

Awal perjalanan terasa mulus. Sesampai di jalan by pass, kami mengalamin suatu kejadian. Polisi sedang mengadakan razia. Motor yang berada di depan kami berhenti sebentar, lalu berjalan. Aku tetap focus mengendarai motor. Kecepatan 70 km/jam membuatku tidak mau berhenti secara mendadak. 3 polisi telah menghadang kami, membuat formasi 1-2. Satu di bagian depan dan dua polisi lainnya di belakang. Aku mulai mengelak, 3 polisi yang berdiri akhirnya menyerah. Siap siaga polisi lainnya melihat kejadian itu. 2 orang polisi menggertak kami, memukul spion dan mengenai lengan sebelah kiriku dengan gulungan kertas. Motor itu tak bisa berhenti dan terus melaju. Aku memantau para polisi tersebut dari spion. Detak jantungku berlali, suaranya menghenyakan perasaanku sesaat. 

“Din, kok tidak berhenti?” Tanya sahabatku Mona penasaran. 

“Kalau kita berhenti, polisi itu pasti mintau uang. Mencari kesalahan meskipun kita lengkap dengan surat-menyurat, helm, spion dll” jawabku sekenanya.

Aku menghentikan motor karena benar-benar haus. Aku beristigfar terus menerus. Kejadian itu memang tampak biasa, tapi menurutku itu yang pertama kalinya dalam hidupku. Sebelumnya memang aku pernah ditilang, dan itu karena plat motor yang aku kendarai masih putih (belum dapat plat asli). Aku berpura-pura untuk berpikir bahwa tidak terjadi apa-apa. 

50 menit perjalanan kami tempuh. Cirebon, kami datang!. Ini perjalanan kedua menuju Cirebon. Sebelumnya saat aku mencari printer dengan Aris dan Agus. Patokan kami di Cirebon hanya penunjuk jalan dan mengikuti alur angkot. Tujuan kami pertama adalah mengunjungi keraton. Kamu melihat penunjuk jalan berbelok ke kiri tertulis keraton kasapuhan. Dengan antusias, kami terus menelusuri jalan dan membuntuti angkutan umum. Setelah 10 menit berlalu, kami terus melaju. Aku melihat bangunan tinggi. Aku sangat senang. Tapi ternyata itu adalah masjid agung AT-Taqwa yang sudah kami lewati sesampai di Cirebon. Kami berbelok dan saat itu kami kembali di garis awal alias tempat yang sama. Gubrak!. Hatiku terasa sesak. Aku berhenti di tempat pulsa. Disana aku banyak bercerita dengan warga Cirebon (sebenarnya migrasi). Karena aku mulai terasa lelah, akhirnya kami menuju PGC (Pusat Grosir Cirebon). Kami berkeliling, mencari masker, sarung tangan, bantal leher dll. 

Dari PGC, kami lanjut menuju Masjid Agung At-Taqwa Cirebon. Kami berjalan kaki (kira-kira 5 menit). Sesampai disana, aku langsung menunaikan shalat dzuhur dan ashar (jamak qashar). Setelah shalat, kami mengabadikan setiap momen di masjid tersebut. Kami berfoto-foto di beberapa spot masjid. Setelah itu kami mengambil motor di PGC dan masih mencari keraton yang belum kami ketahui dimana letaknya.

Kami menuju jalan lain dan mengikuti petunjuk jalan yang ada. Jalan dari putaran awal agak berbeda. Setelah beberapa menit mengendarai, kami kembali lagi ke tempat awal. Aku mulai menarik nafas. Aku masih penasaran, aku terus mengelilingi jalan di Cirebon. Beberapa lama menyusuri jalan di Cirebon, aku merasa ada yang aneh dengan jalannya. Ternyata kami menuju jalan ke Bandung. Cepat-cepat kami memutar balik motor. Aku tidak ingin salaj jalan terlalu jauh. Beberapa menit kemudian, kami kembali ke tempat awal. ARGH! Sudah 3x kami berputar dan 1x kea rah Bandung. Kami menyerah sementara untuk ke keraton yang ada di Cirebon. 

Setelah berputar-putar keliling Cirebon dan tidak menemukan tempat yang dituju. Kami membuat rencana baru. Kami menuju ke Grage Mall. Penasaran dengan mall terbesar di Cirebon sejak beberapa tahun lalu. Kami berputar mencari arah menuju Grage. Setelah beberapa menit kemudian, kami merasa kembali ke tempat yang membuat kami berputar-putar. Kami bertanya dengan warga disana, walhasil petunjuk yang mereka berikan beragam. Ada yang bilang lurus saja, lalu lampu merah kedua belok kiri. Ada yang bilang belok kanan. Yah beginilah, akhirnya kami berputar-putar kembali di JALAN YANG SAMA!. Hitung-hitung sudah 5x kami memutari jalan yang berbeda, tapi tetap pada satu tujuan, spot awal di kota Cirebon. Dan kali ini, aku bertekad untuk berhenti terus menerus, bertanya kepada masyarakat disana.

Aku berhenti dan menanyakan jalan menuju Grage. Ibu separuh baya itu menjelaskan secara detail. Dan penjelasn ini yang paling aku terima dan mengerti. Kalau aku simpulkan, bahwa ibu itu adalah warga asli Cirebon, bukan migrasi. Kami terus mengucapkan bismillah, dan Alhamdulillah kami MENEMUKAN GRAGE MALL. Lalu aku berbicara dengan Mona, “Alhamdulillah, Grage Mall masih ada di Cirebon”. Kami tertawa terbahak-bahak. Perjuangan untuk menuju keraton gagal total, lalu menuju Grage mengalami kesulitan. 4x berputar-putar di tempat yang sama, 2x menuju arah Jakarta dan Bandung. Alhasil 6x kami merasakan kegamangan di jalan Cirebon. Ini karena malam sebelum ke Cirebon, kami banyak membaca mengenai artikel Cirebon. Dan dikatakan disana bahwa “Jalan Cirebon itu berputar-putar”. Paradigm itu yang merasuk pikiran kami. Mengelilingi Cirebon dan berputar-putar. Dengan senyum setengah lelah, kami menguatkan diri untuk makan siang. 

 Kami mencari kembali dan setelah satu kali kembali berputar di tempat yang sama. Kami menemukan keraton Kanoman di dalam pasar. Hmm, rasa lelah dan kecewa tampak jelas di wajah kami. Karena keraton Kanoman tidak terawatt dengan baik. Tapi tetap saja, kami tersenyum karena mengabadikan setiap moment yang ada.

Grage Mall dan keraton Kanoman sudah kami kunjungi. Kuliner yang kami jumpai hari itu adalah rujak eskrim, nangka, alpukat dan durian es krim. Kami mengunjungi stasiun Cirebon, kantor DPRD dll. Perjalanan menuju Balongan sangat dingin, karena angina berhembus sangat kencang. 30 menit berlalu, kami diberi cobaan kembali. Ban belakang motor yang kami kendarai pecah. Sekitar 20 menit kami menunggu pergantian dan pemasangan ban motor. 20 menit kemudian, akhirnya kami sampai di Balongan. Kami sangat bersyukur, karena kami bisa sampai dengan selamat. Alhamdulillah, lebih dari 100 km aku tempuh, ini rekor dalam hidupku. Ya hitung-hitung latihan ketika ingin membawa mobil jauh melintasi pulau. Pengalaman ini merupakan jejak kami selama di Cirebon dan Indramayu. 

Foto-fotonya sudah di upload di blog dengan judul “Cirebon Part 2”. Selamat menikmati.

Dini Fuadillah Sofyan #DFS bersama Mona Maryam. Sahabat yang paling setia mengarungi perjalanan ini.
Balongan Januari – Februari 2014.

Tuesday, February 4, 2014

Aku mencintaimu, lelaki terhebatku #DFS


4 Februari 2014, 12.52 pm –13.35 pm

Assalamualaikum wr wb.

Selamat siang. Disela-sela waktu istirahat di perpustakaan PE Pertamina RU VI Balongan, aku menyempatkan untuk menulis. Aku duduk di depan laptopku dan di samping kanan kiri, rekan dari UPN Jogjakarta dan UNILA sedang sibuk dengan tugas khusus masing-masing. 

Pikiranku melayang-layang, jantungku berdetak lebih cepat dari yang aku harapkan. Aku teringat semua kenangan bersamanya.
Teruntuk , Abi yang paling aku banggakan. Dari anak perempuanmu pertama, anak yang kau sayangi sepanjang hidupmu.


 Foto oleh : DFS 2012

 Abi, apa kabar sekarang? Abi sudah shalatkah dan makan siang? Apa abi masih saja berkeliling dari satu sekolah ke sekolah lain? Cuaca disana panaskah bi? Semoga abi selalu dalam lindungan Allah SWT, keselamatan dan keberkahan setiap detiknya.

 Abi laki-laki sangat hebat yang pernah tercipta di dunia ini. Abi paham betul bagaimana menghadapi anak pertamanya ini. Abi tau bagaimana menjaga, menyayangi, mencintai, memberikan apa yang anakmu ini mau. 

 Abi, baru menulis sedikit rangkaian kata, air mata sudah mulai bercucuran. Abi, maafkan anakmu ini. Aku tau terlalu banyak kesalahan yang aku lakukan. aku telah menyakiti dan mengecewakanmu. Meski aku tau, abi tidak pernah menganggap itu sebuah kesakitan. Abi selalu memaafkan bahkan tidak pernah menganggap itu sebuah permasalahan. Abi, engkau begitu tegar. Aku lihat kedua bola matamu tetap menatap kami dengan tegas. Senyumanmu selalu menghantui setiap detik kebersamaan kita.

 Abi, aku memang anak pertama. Seharusnya aku adalah anak yang paling tegar dan mandiri saat bersamamu. Seharusnya aku tidak bermanja-manja, selalu mengutarakan apa yang aku mau dan inginkan, selalu membuatmu menunggu, membuatmu khawatir serta gundah. Aku terus menerus merepotkanmu. 

 Abi, umurmu memang sudah setengah abad lebih. Tapi wajahmu tetap awet muda, semangatmu seperti anak muda, cara berpikirmu juga. Aku salut denganmu abi. Aku merasa abi adalah lelaki paling sempurna yang diciptakan untuk membimbing aku.

 Abi, engkau setiap hari meneleponku. Menanyakan kabarku, dimana aku berada dan sudah selesaikan tugasku, kuliahku, serta kegiatan lainnya. Jadwal itu sudah engkau atur serapi mungkin. Saat subuh atau sebelum subuh, handphoneku selalu berbunyi, berdering. Jika hp itu mati atau sedang di cas, engkau berusaha menghubungi ke nomor sahabat atau rekan yang lainnya. Dalam waktu tersebut, engkau terus meneleponku hingga suaraku terdengar olehmu. Berpuluh-puluh missed call dan SMS masuk ke daftar telpon serta pesan.

 Abi, saat aku sedang ada kegiatan dan pergi ke suatu tempat. Kau terus memantauku via hp. Engkau menanyakanku kapan pulang, engkau menjemputku. Sering sekali aku membuatmu menunggu hingga berjam-jam lamanya. Aku merasa berdosa, aku merasa benar-benar telah membebankan hidupku padamu, abi.

 Abi, ketika aku bercerita, engkau mendengarkan ceritaku dengan antusias. Ada cerita yang aneh dan menurutmu tidak benar, engkau langsung menasehatiku. Disela-sela ceritaku, engkau memberikan masukan dan ide yang sangat luar biasa. Pengalamanmu sangat membuatku berdecak kagum. Perjalanan hidupmu penuh dengan lika-liku. Darimu aku banyak belajar banyak tentang kehidupan ini.

 Abi, engkau memiliki kepintaran yang aku sangat suka itu. Saat masih menjadi seorang bujang, engkau telah mengelilingi beberapa kota dan lintas pulau. Engkau menikmati setiap moment di perjalananmu. Mendengarnya saja, aku merasa berada di tempat yang engkau kunjungi dahulu. Engkau pernah mengikuti beberapa kali tes SIPENMARU (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru – Perguruan Tinggi) di UI (Universitas Indonesia). 3 tahun mencoba berulang kali, tapi takdir Tuhan berkehendak lain. Tapi, semangatmu untuk tidak menyerah pada satu tempat mengantarkanmu untuk ke Duta Besar Russia di Jakarta. Engkau belajar Bahasa asing selain Bahasa inggris. Engkau belajar Bahasa Russia, Jerman dan beberapa Bahasa lainnya. Hingga saat ini, engkau masih saja ingat setiap kata dan percakapan dari Bahasa asing itu. Ketika aku berbicara Bahasa inggris dan salah, engkau mengatakan bahwa Bahasa inggrisku jelek. Bukankah itu kelebihan yang tidak semua orang miliki secara ortodidak? Engkau benar-benar mengispirasi,bi.

 Abi, aku masih ingat semua kenangan kita. Sejak kecil aku sudah ikut engkau berkeliling Jakarta dan Jawa Barat. Ketika engkau masih menjadi karyawan salah satu perusahaan besar tahun 1999-2000-an, aku sudah engkau ajak berkeliling melihat tempat-tempat lain. Saat larut malam tiba, aku merasa sangat lapar, engkau mengajakku makan di warung kopi. Engkau memesankan aku roti bakar susu, yang hingga saat ini aku masih merasakan kenikmatannya. Tahun 2001, ketika Gusdur dilengserkan dari kursi kepresidenan, keadaan Jakarta sangat rusuh. Hiruk pikuk partai berwarna merah banteng bertebaran di seluruh penjuru Jakarta dan kota di Indonesia lainnya. Kita seakan tidak mempedulikan semua kekacauan itu. Kita menuju foto studio dan berfoto di kursi yang berbeda. Kursiku kecil dan engkau duduk di kursi yang lebih tinggi dariku. Satu lagi yang membuatku terkesima yaitu pakaian yang kita gunakan. Kita sama-sama memakai kaos kutang putih dan celana pendek. 

 Abi, aku ingat betul, ketika tahun ajaran baru sekolah. Aku menginginkan buku tulis, perlengkapan alat tulis, seragam dan sepatu serta kaos kaki. Saat itu engkau mengajakku ke kantormu. Engkau membawa uang Rp 200.000 (saat itu aku kelas 2 SD). Engkau mengajakku ke Jatinegara dan Kota untuk membeli semua perlengkapan itu. Aku sangat bahagia abi, sangat bahagia.

 Abi, perjalanan ke puncak bersamamu dan rekan-rekan kantor, membuat aku semakin menikmati setiap ornamen ciptaan ALLAH SWT. Aku merasa berarti di sampingmu abi. 

  Abi, tahun 1998 adalah peralihan dari zaman orde baru menuju reformasi. Jakarta dan Indonesia seperti porak-porandah. Malam kejadian itu engkau pulang larut malam, hingga aku tertidur pulas ketika menunggumu di rumah. Ternyata engkau ditahan karena orang-orang mengira engkau keturunan bangsa China. Esok paginya, engkau seperti biasa mengantarkanku sekolah ke Tangerang (TK.Al-Faruqiyah) dari Kali Deres. Menggunakan motor yang engkau kendarai, tiba-tiba kita diberhentikan oleh banyak orang. Mereka kembali mengira kita adalah keluarga berketurunan bangsa China. Dengan spontan, aku menjerit kepada orang-orang itu, bahwa kami bukan orang China tapi orang Indonesia. Engkau terkejut melihat tingkah laku anakmu, yang masih sangat kecil tapi sudah paham bagaiman harus menjelaskan sesuatu.

 
Abi, engkau begitu sabar. Ketika lulus dari TK umur 5 tahun, aku ingin melanjutkan ke SD dekat rumah di Kali Deres. Karena umurku belum cukup untuk masuk SD, aku tidak diperbolehkan untuk masuk ke SD tersebut. Hal ini juga yang terjadi saat aku melamar masuk TK di Jakarta, semua tidak ada yang menerimaku karena masalah umur. Aku menunjukkan kemampuanku. Aku lolos seleksi masuk SD unggulan, tapi aku harus masuk kelas siang. Padahal aku ingin sekali masuk kelas pagi. Engkau mengusahakan dan berbicara kepada kepala sekolah. Aku diikutkan kembali seleksi. Aku harus menghitung, menulis dan membaca di papan tulis kelas 1. ALHAMDULILLAH, AKU BISA MELAKUKAN ITU SEMUA! Engkau kembali tersenyum, melihat anakmu berkembang secara pesat. Ini buah kesabaranmu abi.
Abi, setelah SMP di asrama Jati Bening Bekasi, aku melanjutkan SMA di Lubuk Linggau Sumatera Selatan. Aku merantau kembali ke tempat dimana engkau pernah tinggal di kota tersebut. Aku tidak menyangka engkau menetap untuk beberapa waktu di dekat kota Lubuk Linggau, Palembang. Aku bingung kenapa engkau berkeliling dan tidak menetap di Bekasi. Setelah lulus dari SMA, aku mengikuti banyak tes di perguruan ikatan dinas di Indonesia. Aku melamar ke Universitas Sriwijaya Jurusan Teknik Kimia, aku ikut seleksi IPDN, STAN dan STIS. Aku lulus di UNSRI dan IPDN. Saat ingin melanjutkan ke tahap selanjutnya, aku merasa tidak sanggup. Aku berpikir untuk mengundurkan diri. Aku ingin bertahan di Teknik Kimia. Umi dan Bude menyayangkan keputusanku, dan mengharapkanku di perguruan ikatan dinas itu. Gamang luar biasa. Tapi, engkau datang dengan kenyamananmu. Aku menyemangatiku, engkau mendukungku. Engkau memberikan motivasi yang luar dari dugaannku. Disaat banyak orang tidak menyukai keputusanku, engkau dating dengan segala cahayamu.

“Buat apa bersedih? Kamu bisa membuat pabrik dari Jurusanmu. Kamu bisa bekerja di perusahaan besar. Kalau bisa kamu membangun kilang minyak untuk Indonesia. Kamu bisa membuat dan mengisi ulang tinta-tinta spidol menjadi rupiah. Dari keahlianmu, kamu bisa menciptakan sesuatu. Kalau menjadi PNS, kreativitasmu tidak bisa berkembang secara maksimal. Lanjutkan nak, kamu bisa lakukan itu!”

Kalimat ini yang selalu terngiang dalam hati dan pikiranku. Aku selalu bertahan, karena aku ingin membuat abi percaya bahwa memiliki anak sepertiku adalah anugerah. 


Abi, cerita itu akan aku tulis. Aku ingin mengenang setiap jasa dan pelajaran berharga darimu. Abi, aku sangat mencintaimu. Aku sangat bangga memiliki abi sepertimu.

Abi, aku tak dapat membayangkan ketika aku tak bisa di sampingmu.

Abi, sehari saja engkau tidak meneleponku, aku merasa ada yang hilang dalam sekejap. Aku tidak tau harus cerita dengan siapa jika aku sedang mendapatkan kebahagiaan dan rezeki yang besar dari Allah.

Abi, engkaulah orang pertama yang tau apa saja berita tentangku.

Abi, di setiap ceritaku, aku menceritakanmu dengan penuh semangat. Engkau menginspirasi.

Abi, aku selalu berdoa, engkau hidup dengan keberkahan dan keridhoan-Nya. Aku mau menghapal Al-Qur’an, karena mengharap Ridho-Nya dan aku ingin memakaikan mahkota yang sangat indah di Surga nanti.

Abi, setiap kali aku memberikanmu sesuatu, engkau selalu berkata : “Tidak usah nak, simpan saja uang itu untuk kakak”. Hatiku tersentuh, bagaimana bisa aku membalas semua kebaikanmu selama ini? Selama aku hidup di dunia? Selama aku menjadi anakmu? Bagaimana bisa? Tolong jawab abi, aku ingin membuatmu benar-benar tidak menyesal memiliki anak sepertiku. Aku tidak pernah menyesal menjadi anakmu.

Abi, semua sifat dan indentitas yang ada didirimu turun kepadaku. Aku anakmu yang pertama, anak perempuanmu, aku putri kecilmu yang dahulu sekarang sudah terus beranjak dewasa. Kita mempunyai mata yang sama, mata sipit darimu abi. Mata yang membuatku sangat beruntung untuk memilikinya. Hidung, telinga bahkan masih banyak sekali semua jejakmu yang engkau turunkan untukku. Hobi berkelana yang engkau lakukan sejak kecil, telah membuatku semakin mencintai setiap perjalanan. Semuanya, aku merasa kesamaan itu darimu abi.

Abi, anak perempuanmu ini sedang berjuang untuk memberikan lebih banyak senyuman untukmu.

Abi, semoga surga selalu menantimu. ALLAH mengampuni dosa kita semua.

Abi, aku benar-benar jatuh cinta terhadapmu. Lelaki kuat nan gagah yang telah banyak mengajarkanku kehidupan.

Abi, anakmu ini sangat merindukanmu. Aku sangat mencintaimu. Aku ingin membuatmu BANGGA karena AKU. Sekarang, biarlah aku memenuhi semua janjiku padamu, LELAKI TERHEBAT DALAM HIDUPKU. AKU MENCINTAIMU! ABI!

Abi Dini Fuadillah Sofyan, Sofyan Nurdin.

Monday, February 3, 2014

Kepingan Puzzle #DFS



3 Februari 2014 ( 12.45 – 1.26 p.m)
Teruntuk kekasihku kelak yang akan mendampingi hidupku dunia akhirat.
Assalamualaikum wr wb.

Tulisan ini akan menjadi perwakilan dari apa yang sedang aku rasakan belakangan ini. Sudah lama aku menunggu seseorang yang akan menjadikanku kekasihnya dunia akhirat dalam ikatan suci pernikahan. Memang terlalu dini untuk membicarakan ini. Tapi ini adalah sebuah keharusan yang harus terjadi, demi memenuhi setengah iman yang ada di hati. Aku tau, bagi seorang mahasiswa seperti aku membicarakan hal seperti ini adalah hal yang tak perlu dipikirkan. Terlebih lagi bagi orang tua, keluarga dan beberapa rekanku. Mereka berprinsip, bahwa aku harus menyelesaikan kuliahku terlebih dahulu. Lalu, bekerja pada satu perusahaan. Mendapatkan gaji, membahagiakan orang tua dan adik-adik. Lalu baru setelah itu aku diperbolehkan menikah. Agaknya urutan cerita ini berbeda dengan apa yang aku pikirkan.

Aku seperti memiliki keyakinan lain. Aku memiliki keinginan untuk menikah muda. Tujuanku satu, aku ingin mengurangi semua dosa yang bisa saja terjadi setiap waktunya. Lalu, setiap orang mengkhawatirkan rezeki yang ada. Bukankah semuanya yang mengatur adalah ALLAH? Kita hanya perlu untuk berusaha dan berikhtiar dengan semua yang ada di dunia ini. Jodoh, kematian, kehidupan juga semua kuasa-Nya. Apa yang membuatmu khawatir?

Dalam doaku, aku memanjatkan sesuatu tentangmu. Aku tidak tahu siapa kamu. Aku tidak mengerti bagaimana nanti kita dipertemukan. Aku tak paham mengapa setiap informasi mengenaimu tersimpan rapi oleh sang pencipta.
Dalam sujudku, aku merasakan kuasa-Nya tentangmu. Kamu yang memang tidak pernah aku duga siapa dan dimana kita akan bertemu.
Seusai shalat, aku bercerita dan mencurahkan semua tentang kamu. Aku memantapkan hati, jiwa dan raga. Aku bertekad untuk terus memperbaiki diri. Aku ingin di waktu yang tepat, semuanya telah siap.

Kamu,
Sebenarnya siapa gerangan yang akan datang menghadap orang tuaku?
Sekarang kamu sedang apa dan dimana?
Apakah dirimu terus mendekatkan diri kepada Allah SWT?
Kamu sedang memperbaiki diri, meningkatkan kehidupanmu lebih baik kearah dunia dan akhirat, kan?
Kamu sedang menyusun rencana untuk menjadikan kita bersatu dalam bahtera rumah tangga?
Kamu sedang berpikir keras, bagaimana meyakinkan orang tuaku untuk percaya dan merelakan anak pertamanya menjadi milik lelaki asing?
Aku percaya itu, kamu sedang baik-baik saja. Kamu menyebut nama-Nya di setiap waktumu.
Kamu sedang memohon untuk memantapkan hatimu.
Aku disini, masih setia menunggu. Aku sedang berusaha menuntaskan strata satu (S1). Aku juga sedang mempersiapkan diri untuk menjadi pendampingmu kelak. Kita bersatu bukan untuk tujuan hidup yang semu ini, tapi tujuan yang abadi di akhirat.
Tuhan, dalam doaku, pikiranku dan langkahku, aku selalu memikirkan “Dia” yang akan menemaniku di sisa waktu yang kau berikan.

Dia adalah kamu imamku.
Imamku, jaga dirimu baik-baik, aku ingin engkau terus memeluk Ridho Tuhan kita.
Imamku, ketika aku melakukan kesalahan dan mau melakukan hal buruk, secepat mungkin aku ingin bertaubat. Aku tidak ingin kita tidak dipertemukan, karena satu kesalahanku lalai terhadap tuntunan-Nya.
Imamku, jika aku tau siapa engkau. Mungkin aku tak perlu khawatir dan memikirkan apa yang terjadi kelak. Tapi, aku percaya ini sebagai sebuah kejutan yang sangat membahagiakan kelak.
Imamku, aku hanya ingin melakukan semua hal yang baik bersama. Aku ingin setiap langkhaku ada yang menjaga dan menemani. Aku ingin ada yang membangunkanku untuk shalat tahajud dan shalat 5 waktu, shalat dhuha dll. Aku ingin mengaji dan menghapal Al-Qur’an bersamamu dan anak-anak kita kelak.
Imamku, aku mau membahagiakan orang tuaku, orang tuamu dan kamu tentunya pangeran hidupku.
Imamku, apa yang perlu kau takuti dengan kehidupan sementara ini? Bukankah dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang? Lalu, mengapa engkau masih ragu untuk menjemput setengah imanmu bersamaku? Apa yang engkau pikirkan? Sekolahku yang belum usai? Takut tidak bisa membahagiakn orang tuamu?. Mengapa kau tidak pikirkan begini saja, kita yang akan bahagiakan mereka. Ya kita berdua. Kita yang akan menebar manfaat bersama. Menebar kebaikan. Menebar kebahagiaan.
Imamku, aku iri dengan orang yang memprioritaskan akhirat sebagai tujuan hidupnya. Aku tidak iri dengan orang yang bermesraan dengan pacarnya, bahagia bersama, meski aku dahulu menjadi wanita yang sangat jahiliyah. Tapi aku ingin berubah, demi bersanding denganmu. Aku tidak iri dengan orang yang mengejar banyak kesuksesan untuk tujuan dunia.
Imamku, aku bangga ketika dengan keterbatasanmu dan kekuranganmu datang menghadap orang tuaku. Aku selalu memberikan apresiasi tinggi kepada lelaki seperti itu. Bukan yang hanya mengobral janji.
Imamku, aku memang terlihat aneh dan menggebu-gebu. Tapi ini adalah keyakinan, ini prinsip. Aku memiliki itu sejak lama. Aku menjaga setiap prinsip yang memang itu benar dan tidak merugikan orang lain.
Imamku, aku memiliki keyakinan yang kuat, bahwa dengan kita menjalin hubungan yang diridhio ALLAH tidak akan membuat hidup kita semakin memburuk. Jika memang kenyataannya tidak baik, itu mungkin kita terlalu lalai dengan perintah-Nya. Atau ini cobaan untuk kita untuk lebih dekat bersama-Nya.
Imamku, jangan takut. Kita bisa hadapi bersama. Kita kuat mengarungi kehidupan yang sangat sementara ini.
Imamku, aku selalu membayangkan, hidup kita akan jauh lebih baik. Kamu yang mencari nafkah untuk keluarga kita, aku akan berusaha menjadi ibu rumah tangga yang bisa menghasilkan sesuatu kebermanfaatan. Aku tak perlu ragu untuk meyakini setiap langkahku bersamamu.
Imamku, hidupku belum sempurna. Hidupku belum ada apa-apanya jika engkau belum menujukkan dirimu dihadapan orang tuaku. Puzzle yang masih tersimpan rapi belum juga rampung. Belum terselesaikan oleh cerita tentang kita.
Imamku, aku butuh puing-puing puzzle itu tersusun sempurna di tempatnya. Rona kebahagiaan akan terlihat jelas di atas tumpukkan kepingan puzzle tersebut.
Imamku, meski secara logika semua terasa tidak mungkin dalam waktu dekat ini. Tapi aku selalu meyakini semua rencana ALLAH SWT. Aku tak penah ragu dengan apapun yang akan terjadi. Meski orang tua dan adik-adikku belum menyetujui dengan wacana pernikahan yang akan terjadi, meski budeku belum menikah, kuliahku belum selesai. Hati kecilku selalu berkata, pasti ada jalan untuk membuat segalanya tampak mudah dan tak terduga.
Imamku, tetesan air mata tak dapat aku bendung ketika aku menulis tentangmu. Aku selalu percaya mukjizat itu selalu ada.
Imamku, engkaulah penyemangatku untuk terus berbuat baik. Aku selalu menunggumu, meskipun aku tidak pernah mengetahui siapa sebenarnya kamu.
Imamku, tolong lihat apa saja keajaiban yang Allah turunkan kepada kita umat manusia agar kita melaksanakan perintah-Nya?
Imamku, kita saling menunggu waktu yang sangat tepat. Tapi semua keputusan awal ada di engkau calon imamku. Hasil akhir yang akan menentukan kita bersama atau tidak itu dari Allah SWT lewat aku dan keluargaku.
Imamku, buat apa kamu sukses dengan jabatanmu, kekayaanmu, dll hanya seorang diri?. Engkau tidak mau ada yang menemani kesuksesanmu?
Imamku, engkau tidak mau ada yang mendengarkan seluruh ceritamu, hari dimana kamu bekerja? Engkau tidak ingin ada yang menemanimu di setiap acara yang akan dihadiri? Engkau tidak ingin ada yang mengenggam tanganmu dengan sangat erat ketika kamu merasa ketakutan?
Imamku, mari kita lakukan bersama. Mari kita rengkuh Ridho-Nya untuk kebahagiaan dunia akhirat.
Imamku, aku akan terus menunggumu dan bersabar di dalam doaku hingga hembusan nafas ini terhenti. Hingga Allah mempertemukan kita dan menyatukan kita kembali di kehidupan selanjutnya.
Imamku, suatu saat nanti kita akan dipertemukan dan melakukan segalanya berdua. Engkau yang akan selalu aku banggakan. Imamku, suamiku dan ayah dari anak-anak kita kelak.
Dalam doa dan sujudku, aku tau kita sama-sama menunggu waktu yang tepat untuk kita bersama. Allah Maha mengetahui segala sesuatu-Nya. Rencana-Nya selalu menjadi yang paling luar biasa.

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (Q.S. Ar-Rum [30] : 21)

“Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang diantaramu, juga orang-orang yang layak menikah dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Allah Maha Luas pemberian-Nya, Maha Mengetahui” (Q.S. An-Nur [24] : 32)

“Salah satu golongan yang berhak ditolong Allah SWT, yaitu orang yang menikah karena ingin menjauhkan dirinya dari yang haram” (H.R.Tirmidzi)

“Wanita itu dikawini karena 4 hal : karena hartanya, karena kebangsawanannya, karena kecantikannya dank arena agamanya. Maka pilihlah yang beragama, semoga beruntung usahamu” (H.R. Bukhari dan Muslim)


---------------------------------------------Dini Fuadillah Sofyan-----------------------------------


 Foto oleh : DFS (Padang, Januari 2013)