Bip, bip, bip. Suara handphone ku berbunyi untuk beberapa saat
menandakan ada sms masuk. Aku terus saja memandangi film yang ada
dilaptopku. Dua puluh delapan detik kemudian, handphone bergetar
kembali. Aku sesegera mungkin untuk membuka sms di inbox.
“Ada jarkom, tapi gak ada namanya di kontak. Kira-kira siapa ya?”
tanyaku penasaran, secepat kilat aku membalas sms tersebut. Tak kalah
cepatnya ia membalas, beberapa detik kemudian ada balasan dari seberang
sana.
“Ini aku Ray, di save ya nomorny. Btw, kamu mesen ga atribut untuk di lab nanti?”.
“Owh Ray. Maaf sebelumnya, aku gak mesen sama kamu, aku sudah dibeliin sama Zaid” jawabku sekenanya.
“Oke kalo gitu”. Lalu aku tak membalasnya, lebih memilih fokus dengan film yang sedang aku tonton.
Keesokan harinya, Ray menyapaku. Aku membalasnya dengan senyuman
simpul. Sebenarnya aneh memang mengapa tiba-tiba Ray jadi begitu akrab
denganku. Selama hampir satu semester aku dan Ray tidak terlalu dekat,
bahkan aku kadang lupa kalau ada nama Ray di satu angkatanku. Semenjak
sms jarkom pertamanya, Ray lebih sering menghubungiku via sms. Aku masih
saja menganggap itu hanya sebuah kebetulan. Tapi hari berganti hari
sikapnya menunjukkan keanehan yang luar biasa terhadapku.
“Hei cewek manis sahabatku. Sudah ngerjain tugas kalkulus belum?”
rangkul Nana sambil mengelus daguku. Aku hanya menyambutnya dengan
senyuman dan tak menjawab pertanyaan dia sebelumnya. Nana tak pantang
menyerah, dia terus mencari tahu apa yang terjadi denganku belakangan
ini. Sesampai dikelas aku mengambil bangku paling depan sederetan dengan
Rio, Fero, Dani dan Deri. Seperti biasa untuk pelajaran kalkulus aku
menulis semua materi pada hari itu di papan tulis. Aku tak menyadari
ternyata teman-teman sedang membicarakanku yang saat itu aku memakai
warna baju yang sama dengan Ray. Aku mengacuhkan semua desas-desus yang
ada. Kabar-kabari, mereka menggosipkanku dengan Ray.
Nana berlari tergesa-gesa untuk menkonfirmasi berita yang dia dengar saat aku berada di bursa Teknik.
“Eh Fida, kamu kenapa sih? Aneh tau! Bener kamu jadian sama Ray?” curcol Nana to the point. Aku menatapnya agak tajam, sebenarnya aku malas untuk menjawab pertanyaan yang jelas-jelas memang tidak benar adanya.
“Hmmm, bener kan? Kenapa kamu gak cerita-cerita sih? Masa sahabat
sendiri dilupain. Pokoknya pulang ini kamu traktir aku Pizza ya”.
“Aduh Nana-ku yang cerewet, kenapa kamu jadi ikut-ikutan mereka sih!
Ya jelaslah jawabannya, kalo aku itu gak jadian sama Ray. Lagian baru
dapat nomor hpnya aja 2 minggu yang lalu, Ray juga gak bilang apa-apa ke
aku. Kamu ini kayak gak tau sama sahabat sendiri, aku kan udah janji
belum mau pacaran” celotehku enteng sambil terus mengetik tugas
pemrograman komputer di laptopku. Nana terdiam sesaat, sepertinya dia
ingin menelusuri lebih dalam perasaanku sekarang.
“Pasti ada yang kamu simpan, lagian kenapa coba hari ini kalian kompak banget pakaiannya? Matching
gitu bahasa Palembangnya. Terus akhir-akhir ini Ray lebih perhatian
dengan kamu. Kalo gak jadian apa coba namanya?” balasnya tak mau kalah.
“NANA! Udah ah ngapain coba ngomongin Ray, emang gak ada topik lain
apa? Kita ini banyak tugas” nadaku naik satu oktaf untuk meyakinkan
bahwa tidak ada apa-apa antara kami berdua.
“Kalau emang gak ada apa-apa, oke! Tapi apa Fida gak mau cerita sama
Nana?” suara Nana sedikit melembut dan mulai mengalihkan pembicaraan.
Aku tak mampu menutupi sedikit kegundahanku karena ulah Ray.
“Sebenarnya, Ray seperti mendekatiku Na. aku gak mau GR na, tapi
kenyataannya kayak gitu. Dia lebih perhatian, terus kalo di kampus
seperti cari perhatian denganku. Entah apa yang ada dipikiran kalian.
Tapi sumpah deh, aku sama Ray gak ada apa-apa”.
“Oh ya Fid, kata rombongan Mira sama Sabrina kamu kemarin ngobrol
sama Ray di teras Perpus ya? Kata mereka juga kalian keliatan aneh,
kayak bukan Fida dan Ray biasanya, canggung gitu” kata Nana yang sangat
penasaran denganku dan Ray. Aku menghela nafas agak panjang. Sejenak aku
memejamkan mata.
“Ray itu nembak aku”. Mata Nana seketika terbelalak, membentuk
bulatan yang cukup membuatku takut. aku melanjutkan ceritaku tanpa
menghiraukan ekspresi Nana, “Aku gak habis pikir loh, kenapa Ray segitu
nekatnya nembak aku. Kaget setengah kepalang aku Na. aku gak kenal sama
Ray, aku juga gak deket”.
“Terus, terus, kamu terima?”. Aku menelan ludah, mataku terlihat sayu.
“GAK Na!” jawabku cepat. Huuuuuuuu, suara dengusan Nana terdengar jelas di telingaku.
“Kenapa lagi coba? Apa kurang dia Fida, dia lumayan keren, ganteng,
pintar, alim kelihatannya. Kamu ini dikasih rezeki sama Allah malah
ditolak” gerutu Nana.
“Aku belum siap aja untuk pacaran Na. Ya sudahlah aku juga udah biasa kok” hiburku terhadap sahabat tercinta.
Setelah kejadian itu Ray terlihat agak menjauh dariku. Itu sama
sekali tidak membuatku risih. Aku merasa agak nyaman karena kehidupanku
kembali normal, dari yang sebelumnya penuh dengan gossip yang bertaburan
di angkatanku. Dua bulan berlalu, dan tepat hari pertama kuliah setelah
lima hari libur aku mendapat titipan kertas dari Nana.
“Ini ada surat, Nana juga gak tau dari siapa. Nana tadi dikasih sama
Sherly di depan sana” infonya terlebih dahulu sebelum aku bertanya.
Lagi-lagi aku tak banyak bertanya, aku hanya membuka sepucuk tulisan itu
secara perlahan-lahan.
“Aku tau cahaya kunang-kunang itu akan segera mungkin aku dapatkan.
Hanya menunggu waktu yang tepat sehingga cahaya itu akan bersinar di
hadapanku” isi dari goretan tinta tersebut membuatku semakin tidak
mengerti dengan apa yang terjadi. Nana, Mira, Sabrina, Rio, dan
teman-teman yang sedang di kelas bersorak riang menggodaku.
“Cie Fida, cieee”. Aku cepat-cepat memasukkan surat itu ke dalam
tasku dan tak membalas godaan mereka. Sesampai dikosan aku menemukan
satu kotak coklat di depan pintu kamarku. Aku bertanya dengan Rani adik
tingkat samping kosanku, kalau tadi memang ada yang menaruh coklat itu.
Tapi Rani tidak mengenalinya dan tak sempat melihat secara jelas orang
yang memberikan coklat itu kepadaku. Bukan hanya satu dua kali
kejutan-kejutan itu datang untukku, sampai aku menginjak semester tujuh
aku masih saja dapat kado-kado kecil yang entah siapa aku sendiri tidak
mengetahuinya identitas pengirimnya.
“Fida, Nana sama Mira nginep dikosan kamu ya malem ini” pinta Mira sahabatku.
“Boleh. Dateng ja Na, Ra” komentarku antusias. Malampun tiba,
kegaduhan dikosanku terdengar hingga tetangga sebelah. Kami seakan acuh
dan terus tertawa mendengar cerita Nana. Nana memang sahabatku yang
hiperaktif dan sangat humoris. Di samping dia, dunia seakan indah.
Masalah cepat terlupakan dan hanya ada kebahagiaan yang dia berikan
untuk lingkungannya. Setelah beberapa jam berlalu, suasana mendadak
terasa mencekam. Nana tidak lagi berceloteh, dan aku melihat wajah Mira
berubah menjadi serius.
“Kenapa diam? Ayolah cerita lagi. Lucu-lucu tau cerita kalian” suaraku terdengar merengek pada dua sahabatku.
“Fida, ada yang ingin kami ceritakan”.
“Ya ceritalah, daritadi kalian juga cerita terus” kataku sambil
tersenyum lebar. Aku bahkan tidak tau bahwa ada hal serius yang ingin
mereka beritahu kepadaku.
“Semua surat yang selama ini kamu terima, kado-kado entah itu coklat,
barang-barang ataupun yang lain dan usaha kami untuk ngedeketin kamu.
Kamu sadar ga Fid, sebenarnya kami semua, teman kamu satu angkatan tau
kalau yang mati-matian melakukan ini yaitu Ray” ungkap Mira dengan
pandangan yang tak biasa dihadapanku. Membisu! Aku seperti kehilangan
suara untuk menyanggah semua cerita sahabatku. Aku seperti kembali pada
memori lama. Kalian tau? Ray memang bukan hanya sekali menyatakan
cintanya kepadaku. Dia sudah hampir berpuluh-puluh kali melakukan itu.
bahkan sahabat serta teman-temanku selalu dilibatkan dalam skenario dan
jalan cerita Ray untuk mendapatkanku seutuhnya. Aku sebenarnya tau, tapi
aku bersikap seperti tidak mengetahui apapun. Aku mencoba berdamai
dengan kondisi yang semua seakan mencoba memasukkanku ke dalam kehidupan
Ray. Mereka semua menyetujui itu, hanya aku yang belum mau menerima itu
semua.
“Kalian tau kan kenapa sampai sekarang aku belum mau pacaran?”
suaraku terdengar gemetar dan memecah suasana sekejap. Mira dan Nana
menggangguk tau apa jawaban atas pertanyaanku. Aku sudah janji kepada
ayah, untuk tidak terlalu dekat dengan laki-laki. aku juga harus fokus
dengan kuliah, karena ayah mengharapkan aku untuk menjadi sarjana teknik
yang berhasil. Aku juga sudah bertekad agar aku dapat beasiswa S2 di
luar negeri, dengan alasan seperti itu aku belum mau menerima atau
membalas cinta seorang Ray. Ayah pernah berkata kalau aku pintar,
cerdas, bersahabat dan cantik, laki-laki akan banyak mengejar kita.
Perdebatan yang panjang akhirnya kami menyerah pada pukul 10.30 malam,
kami terlelap tidur di malam yang sendu.
7 bulan kemudian.
Kami sudah resmi menjadi seorang sarjana teknik. Kami sangat bahagia,
karena aku, Nana,Mira, Sabrina, Zaid, Rio, Fero, Dani, Deri dan Sherly
wisuda bareng, tak terkecuali Ray. Ya Ray! Dia juga lulus bareng dengan
kami. Seakan tak pernah lupa dengan perasaannya, Ray tetap berjuang
untuk mengungkapkan cintanya. Saat wisuda usai di Auditorium, Ray
berusaha mencariku yang saat itu kondisinya sangat ramai. Aku sedang
berfoto bersama adik tingkat satu jurusanku dan juga dari jurusan lain.
Kami sangat bersuka cita. Setelah satu persatu mereka meninggalkanku,
aku mulai berjalan menghampiri sahabat dan keluargaku. Tiba-tiba seiikat
bunga ada di hadapanku.
“Iih Ray, apa-apaan kamu ini? Malu tau diliat orang, ini kan tempat
umum” celotehku spontan di depan Ray. Sahabat-sahabatku tertawa
terbahak-bahak.
“Fida, aku gak akan pernah lelah untuk mengejar cintamu. Jadi tolong
terima bunga ini. Aku sangat mencintaimu” suara Ray sangat kuat dan
mantap dengan intonasi yang pas. Lagi-lagi aku mengecewakannya, aku
menolak kembali pernyataan cintanya.
“Ray, kalau kita jodoh kita akan dipertemukan. Kita akan
dipersatukan. Untuk saat ini tolong jangan paksa aku. Bulan depan aku
harus melanjutkan studi ku di Australia. Aku gak mau kamu nunggu terlalu
lama. Maafin aku Ray” aku meninggalkan Ray yang masih tetap memegangi
bunga yang begitu cantik di kedua tangannya. Ray hanya tertunduk pasrah
sambil berlalu melihat jejakku yang semakin menjauh darinya.
“Na ayo kita packing. Kita kan lusa mau ke Jogja. Duh kangen
banget aku sama Jogja” aku seperti biasa, cepat melupakan hal-hal
penting yang baru saja terjadi. Aku tak bisa memikirkan Ray terus
menerus. Aku tak mampu melihatnya selalu sakit dengan semua sikap dan
penolakanku.
“Fida, kenapa lagi kamu nolak Ray. Kamu gak kasihan apa?” cerca Nana
yang mengungkit-ungkit kembali cerita yang lalu. Aku diam seribu bahasa.
Maafkan aku Na, Ra, sahabat-sahabatku dan Ray. aku tak tau mengapa aku
benar-benar belum mau menerima Ray, aku belum siap untuk menjalani
semuanya, aku hanya berdoa suatu saat nanti aku sudah siap untuk itu
semua, siap untuk menerima Ray jika memang dia jodohku.
Jogjakarta 28 Maret 2011 Tugu 0 Km
Nana mengajakku ketempat itu untuk melihat pesta kembang api. Aku
menerima ajakannya dengan perasaan yang menggebu-gebu. Aku sangat
mencintai kota kecil ini. Kota yang sangat cantik, membuatku nyaman dan
betah untuk terus berlama-lama serta selalu merindukan untuk terus
mengunjunginya. Kota paling romantis, aku sangat suka suasananya,
alamnya, objek wisatanya. Kami menaruh sepeda ontel dekat Bank BNI
jogja, aku mencari tempat duduk untuk memandang langit-langit dan pesta
kembang api yang berwarna-warni. Aku mulai bercerita tentang indahnya
masa-masa kuliah yang baru saja kami lewati. Pandanganku terus ke atas,
benar-benar indah!.
“Na, pasti aku nanti bakal kangen banget sama kalian. Pokoknya kita
jangan sampai putus hubungan, kita harus kasih kabar ya. Terserah deh,
apa lewat Email, YM, FB, Twitter, WA atau yang lainnya. Jangan lupain
aku ya, terus kalo ada yang married, undang-undang aku ya” aku
memutar wajahku ke Nana. Saat aku berbalik dan ingin meberikan
kelingking sebelah kananku untuk menyatukan semua janji antara aku dan
Nana, tapi bukan Nana yang aku lihat. Kalian tau siapa? Sosok yang
selalu mengejarku selama kuliah, ya benar, dia RAYHAN PRATAMA!. Rasanya
tubuhku membeku saat ini, mulutku kaku, hatiku paceklik, organ-organ tak
bekerja secara wajar dan jantungku berdetak hebat.
“Ray….?” ucapku kelu.
Tanpa basa-basi, Ray kembali mengucapkan kata-kata yang sering dia ucapkan dulu, tapi…
“Kamu inget kan janji aku?. Aku gak akan pernah menyerah untuk
mendapatkan kamu. Aku juga selama ini tidak berpaling dengan perempuan
manapun. Aku tetap setia saat kuliah meskipun semua usahaku belum ada
yang terbalas, bahkan kamu hampir menganggap itu hanya angin lalu. Meski
aku terlalu sakit menunggumu, bersabar dengan semuanya, tapi keyakinan
hatiku lah yang tak bisa membalas dengan kejahatan. Aku yakin dengan
semua ucapanmu, kalau kita berjodoh, suatu saat kita akan dipertemukan
kembali ditempat yang sama atau tempat yang berbeda. Aku yakin itu!. Aku
tak pernah putus untuk berdoa. Aku benar-benar mencintaimu, meski
awalnya aku membencimu. Maafkan aku, karena kebencianku terhadapmu
membuatku tertunduk akan cintamu” kali ini Ray tak mau kembali gagal
dengan semua usaha yang dia lakukan. Dia mengungkapkan semua
perasaannya.
“Ray, aku tau segalanya. Aku mengerti apa yang kamu rasakan. Aku juga
memiliki perasaan yang sama denganmu. Aku juga sangat mencintaimu. Tapi
maafkan aku, aku tak bisa menerimamu sebagai pacarku, lagian sebentar
lagi kita akan terpisah oleh dua benua dan Negara yang berbeda. Aku tak
siap jika kita harus LDR” jawabku memberanikan diri, aku tetap pada
pendirian awal, menolak semua yang Ray harapkan.
Ray mengeluarkan kotak kecil dari saku celananya.
“Kali ini aku tidak memintamu untuk menjadi pacarku ataupun seseorang
kekasih. AKU INGIN MENIKAHIMU” Ray mengatakan suatu hal yang tak pernah
aku pikirkan sebelumnya. Gemuruh seakan datang menghujam, bukan karena
kesakitan yang menghampiri tapi kebahagiaan yang luar biasa. Nana dan
sahabatku serta keluargaku ternyata telah berdiri di belakangku. Yang
mengejutkan disana juga ada keluarga Ray. Aku semakin bingung dengan
alur yang Allah rencanakan dengan ide kreatif Ray. Tetesan air mata itu
jatuh secara lembut ke pipiku. Ray menyematkan cincin di jari manisku.
Aku benar-benar seperti robot yang hanya dikendalikan oleh Ray.
Malam yang begitu indah, cahaya kunang-kunang benar adanya. Ia
menyinari kami, ia menguatkan Ray untuk terus mengejar cintanya, ia
menyabarkan Ray bahwa semua akan indah pada waktunya. Di samping itu,
cahaya kunang-kunang telah menjaga keteguhan hatiku, membuka hatiku
untuk Ray seorang. Cahaya itu menyinari seisi ruang di hati kita, di
sekitar kita bahkan dunia-pun merasakan itu. cahaya itu benar-benar
membawa kita ke dalam jurang kebahagiaan, suka cita, kesenangan dan
untuk cinta yang suci. Hari ini tanggal 28 Maret 2011 pukul 08.08 PM di
Jogjakarta, aku akan menjadi istri sah dari seorang Rayhan Pratama, S.T.
Aku ingin selama-lamanya bersamamu, dunia akhirat. Cerita cahaya
kunang-kunang cinta berakhir dengan indah. Percayalah semua akan menjadi
cerita manis jika kita mempercayainya ^^.
Always loving you my sweetest heart
(28 Maret 2011 Unsri, Inderalaya)
Regards