Search This Blog

Thursday, September 27, 2012

CAHAYA KUNANG-KUNANG CINTA

Bip, bip, bip. Suara handphone ku berbunyi untuk beberapa saat menandakan ada sms masuk. Aku terus saja memandangi film yang ada dilaptopku. Dua puluh delapan detik kemudian, handphone bergetar kembali. Aku sesegera mungkin untuk membuka sms di inbox.
“Ada jarkom, tapi gak ada namanya di kontak. Kira-kira siapa ya?” tanyaku penasaran, secepat kilat aku membalas sms tersebut. Tak kalah cepatnya ia membalas, beberapa detik kemudian ada balasan dari seberang sana.
“Ini aku Ray, di save ya nomorny. Btw, kamu mesen ga atribut untuk di lab nanti?”.
“Owh Ray. Maaf sebelumnya, aku gak mesen sama kamu, aku sudah dibeliin sama Zaid” jawabku sekenanya.
“Oke kalo gitu”. Lalu aku tak membalasnya, lebih memilih fokus dengan film yang sedang aku tonton.
Keesokan harinya, Ray menyapaku. Aku membalasnya dengan senyuman simpul. Sebenarnya aneh memang mengapa tiba-tiba Ray jadi begitu akrab denganku. Selama hampir satu semester aku dan Ray tidak terlalu dekat, bahkan aku kadang lupa kalau ada nama Ray di satu angkatanku. Semenjak sms jarkom pertamanya, Ray lebih sering menghubungiku via sms. Aku masih saja menganggap itu hanya sebuah kebetulan. Tapi hari berganti hari sikapnya menunjukkan keanehan yang luar biasa terhadapku.
“Hei cewek manis sahabatku. Sudah ngerjain tugas kalkulus belum?” rangkul Nana sambil mengelus daguku. Aku hanya menyambutnya dengan senyuman dan tak menjawab pertanyaan dia sebelumnya. Nana tak pantang menyerah, dia terus mencari tahu apa yang terjadi denganku belakangan ini. Sesampai dikelas aku mengambil bangku paling depan sederetan dengan Rio, Fero, Dani dan Deri. Seperti biasa untuk pelajaran kalkulus aku menulis semua materi pada hari itu di papan tulis. Aku tak menyadari ternyata teman-teman sedang membicarakanku yang saat itu aku memakai warna baju yang sama dengan Ray. Aku mengacuhkan semua desas-desus yang ada. Kabar-kabari, mereka menggosipkanku dengan Ray.
Nana berlari tergesa-gesa untuk menkonfirmasi berita yang dia dengar saat aku berada di bursa Teknik.
“Eh Fida, kamu kenapa sih? Aneh tau! Bener kamu jadian sama Ray?” curcol Nana to the point. Aku menatapnya agak tajam, sebenarnya aku malas untuk menjawab pertanyaan yang jelas-jelas memang tidak benar adanya.
“Hmmm, bener kan? Kenapa kamu gak cerita-cerita sih? Masa sahabat sendiri dilupain. Pokoknya pulang ini kamu traktir aku Pizza ya”.
“Aduh Nana-ku yang cerewet, kenapa kamu jadi ikut-ikutan mereka sih! Ya jelaslah jawabannya, kalo aku itu gak jadian sama Ray. Lagian baru dapat nomor hpnya aja 2 minggu yang lalu, Ray juga gak bilang apa-apa ke aku. Kamu ini kayak gak tau sama sahabat sendiri, aku kan udah janji belum mau pacaran” celotehku enteng sambil terus mengetik tugas pemrograman komputer di laptopku. Nana terdiam sesaat, sepertinya dia ingin menelusuri lebih dalam perasaanku sekarang.
 “Pasti ada yang kamu simpan, lagian kenapa coba hari ini kalian kompak banget pakaiannya? Matching gitu bahasa Palembangnya. Terus akhir-akhir ini Ray lebih perhatian dengan kamu. Kalo gak jadian apa coba namanya?” balasnya tak mau kalah.
“NANA! Udah ah ngapain coba ngomongin Ray, emang gak ada topik lain apa? Kita ini banyak tugas” nadaku naik satu oktaf untuk meyakinkan bahwa tidak ada apa-apa antara kami berdua.
“Kalau emang gak ada apa-apa, oke! Tapi apa Fida gak mau cerita sama Nana?” suara Nana sedikit melembut dan mulai mengalihkan pembicaraan. Aku tak mampu menutupi sedikit kegundahanku karena ulah Ray.
“Sebenarnya, Ray seperti mendekatiku Na. aku gak mau GR na, tapi kenyataannya kayak gitu. Dia lebih perhatian, terus kalo di kampus seperti cari perhatian denganku. Entah apa yang ada dipikiran kalian. Tapi sumpah deh, aku sama Ray gak ada apa-apa”.
“Oh ya Fid, kata rombongan Mira sama Sabrina kamu kemarin ngobrol sama Ray di teras Perpus ya? Kata mereka juga kalian keliatan aneh, kayak bukan Fida dan Ray biasanya, canggung gitu” kata Nana yang sangat penasaran denganku dan Ray. Aku menghela nafas agak panjang. Sejenak aku memejamkan mata.
“Ray itu nembak aku”. Mata Nana seketika terbelalak, membentuk bulatan yang cukup membuatku takut. aku melanjutkan ceritaku tanpa menghiraukan ekspresi Nana, “Aku gak habis pikir loh, kenapa Ray segitu nekatnya nembak aku. Kaget setengah kepalang aku Na. aku gak kenal sama Ray, aku juga gak deket”.
“Terus, terus, kamu terima?”. Aku menelan ludah, mataku terlihat sayu.
“GAK Na!” jawabku cepat. Huuuuuuuu, suara dengusan Nana terdengar jelas di telingaku.
“Kenapa lagi coba? Apa kurang dia Fida, dia lumayan keren, ganteng, pintar, alim kelihatannya. Kamu ini dikasih rezeki sama Allah malah ditolak” gerutu Nana.
“Aku belum siap aja untuk pacaran Na. Ya sudahlah aku juga udah biasa kok” hiburku terhadap sahabat tercinta.
Setelah kejadian itu Ray terlihat agak menjauh dariku. Itu sama sekali tidak membuatku risih. Aku merasa agak nyaman karena kehidupanku kembali normal, dari yang sebelumnya penuh dengan gossip yang bertaburan di angkatanku. Dua bulan berlalu, dan tepat hari pertama kuliah setelah lima hari libur aku mendapat titipan kertas dari Nana.
“Ini ada surat, Nana juga gak tau dari siapa. Nana tadi dikasih sama Sherly di depan sana” infonya terlebih dahulu sebelum aku bertanya. Lagi-lagi aku tak banyak bertanya, aku hanya membuka sepucuk tulisan itu secara perlahan-lahan.
“Aku tau cahaya kunang-kunang itu akan segera mungkin aku dapatkan. Hanya menunggu waktu yang tepat sehingga cahaya itu akan bersinar di hadapanku” isi dari goretan tinta tersebut membuatku semakin tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Nana, Mira, Sabrina, Rio, dan teman-teman yang sedang di kelas bersorak riang menggodaku.
“Cie Fida, cieee”. Aku cepat-cepat memasukkan surat itu ke dalam tasku dan tak membalas godaan mereka. Sesampai dikosan aku menemukan satu kotak coklat di depan pintu kamarku. Aku bertanya dengan Rani adik tingkat samping kosanku, kalau tadi memang ada yang menaruh coklat itu. Tapi Rani tidak mengenalinya dan tak sempat melihat secara jelas orang yang memberikan coklat itu kepadaku. Bukan hanya satu dua kali kejutan-kejutan itu datang untukku, sampai aku menginjak semester tujuh aku masih saja dapat kado-kado kecil yang entah siapa aku sendiri tidak mengetahuinya identitas pengirimnya.
“Fida, Nana sama Mira nginep dikosan kamu ya malem ini” pinta Mira sahabatku.
“Boleh. Dateng ja Na, Ra” komentarku antusias. Malampun tiba, kegaduhan dikosanku terdengar hingga tetangga sebelah. Kami seakan acuh dan terus tertawa mendengar cerita Nana. Nana memang sahabatku yang hiperaktif dan sangat humoris. Di samping dia, dunia seakan indah. Masalah cepat terlupakan dan hanya ada kebahagiaan yang dia berikan untuk lingkungannya. Setelah beberapa jam berlalu, suasana mendadak terasa mencekam. Nana tidak lagi berceloteh, dan aku melihat wajah Mira berubah menjadi serius.
“Kenapa diam? Ayolah cerita lagi. Lucu-lucu tau cerita kalian” suaraku terdengar merengek pada dua sahabatku.
“Fida, ada yang ingin kami ceritakan”.
“Ya ceritalah, daritadi kalian juga cerita terus” kataku sambil tersenyum lebar. Aku bahkan tidak tau bahwa ada hal serius yang ingin mereka beritahu kepadaku.
“Semua surat yang selama ini kamu terima, kado-kado entah itu coklat, barang-barang ataupun yang lain dan usaha kami untuk ngedeketin kamu. Kamu sadar ga Fid, sebenarnya kami semua, teman kamu satu angkatan tau kalau yang mati-matian melakukan ini yaitu Ray” ungkap Mira dengan pandangan yang tak biasa dihadapanku. Membisu! Aku seperti kehilangan suara untuk menyanggah semua cerita sahabatku. Aku seperti kembali pada memori lama. Kalian tau? Ray memang bukan hanya sekali menyatakan cintanya kepadaku. Dia sudah hampir berpuluh-puluh kali melakukan itu. bahkan sahabat serta teman-temanku selalu dilibatkan dalam skenario dan jalan cerita Ray untuk mendapatkanku seutuhnya. Aku sebenarnya tau, tapi aku bersikap seperti tidak mengetahui apapun. Aku mencoba berdamai dengan kondisi yang semua seakan mencoba memasukkanku ke dalam kehidupan Ray. Mereka semua menyetujui itu, hanya aku yang belum mau menerima itu semua.
“Kalian tau kan kenapa sampai sekarang aku belum mau pacaran?” suaraku terdengar gemetar dan memecah suasana sekejap. Mira dan Nana menggangguk tau apa jawaban atas pertanyaanku. Aku sudah janji kepada ayah, untuk tidak terlalu dekat dengan laki-laki. aku juga harus fokus dengan kuliah, karena ayah mengharapkan aku untuk menjadi sarjana teknik yang berhasil. Aku juga sudah bertekad agar aku dapat beasiswa S2 di luar negeri, dengan alasan seperti itu aku belum mau menerima atau membalas cinta seorang Ray. Ayah pernah berkata kalau aku pintar, cerdas, bersahabat dan cantik, laki-laki akan banyak mengejar kita. Perdebatan yang panjang akhirnya kami menyerah pada pukul 10.30 malam, kami terlelap tidur di malam yang sendu.
7 bulan kemudian.
Kami sudah resmi menjadi seorang sarjana teknik. Kami sangat bahagia, karena aku, Nana,Mira, Sabrina, Zaid, Rio, Fero, Dani, Deri dan Sherly wisuda bareng, tak terkecuali Ray. Ya Ray! Dia juga lulus bareng dengan kami. Seakan tak pernah lupa dengan perasaannya, Ray tetap berjuang untuk mengungkapkan cintanya. Saat wisuda usai di Auditorium, Ray berusaha mencariku yang saat itu kondisinya sangat ramai. Aku sedang berfoto bersama adik tingkat satu jurusanku dan juga dari jurusan lain. Kami sangat bersuka cita. Setelah satu persatu mereka meninggalkanku, aku mulai berjalan menghampiri sahabat dan keluargaku. Tiba-tiba seiikat bunga ada di hadapanku.
“Iih Ray, apa-apaan kamu ini? Malu tau diliat orang, ini kan tempat umum” celotehku spontan di depan Ray. Sahabat-sahabatku tertawa terbahak-bahak.
“Fida, aku gak akan pernah lelah untuk mengejar cintamu. Jadi tolong terima bunga ini. Aku sangat mencintaimu” suara Ray sangat kuat dan mantap dengan intonasi yang pas. Lagi-lagi aku mengecewakannya, aku menolak kembali pernyataan cintanya.
“Ray, kalau kita jodoh kita akan dipertemukan. Kita akan dipersatukan. Untuk saat ini tolong jangan paksa aku. Bulan depan aku harus melanjutkan studi ku di Australia. Aku gak mau kamu nunggu terlalu lama. Maafin aku Ray” aku meninggalkan Ray yang masih tetap memegangi bunga yang begitu cantik di kedua tangannya. Ray hanya tertunduk pasrah sambil berlalu melihat jejakku yang semakin menjauh darinya.
“Na ayo kita packing. Kita kan lusa mau ke Jogja. Duh kangen banget aku sama Jogja” aku seperti biasa, cepat melupakan hal-hal penting yang baru saja terjadi. Aku tak bisa memikirkan Ray terus menerus. Aku tak mampu melihatnya selalu sakit dengan semua sikap dan penolakanku.
“Fida, kenapa lagi kamu nolak Ray. Kamu gak kasihan apa?” cerca Nana yang mengungkit-ungkit kembali cerita yang lalu. Aku diam seribu bahasa. Maafkan aku Na, Ra, sahabat-sahabatku dan Ray. aku tak tau mengapa aku benar-benar belum mau menerima Ray, aku belum siap untuk menjalani semuanya, aku hanya berdoa suatu saat nanti aku sudah siap untuk itu semua, siap untuk menerima Ray jika memang dia jodohku.
Jogjakarta 28 Maret 2011 Tugu 0 Km
Nana mengajakku ketempat itu untuk melihat pesta kembang api. Aku menerima ajakannya dengan perasaan yang menggebu-gebu. Aku sangat mencintai kota kecil ini. Kota yang sangat cantik, membuatku nyaman dan betah untuk terus berlama-lama serta selalu merindukan untuk terus mengunjunginya. Kota paling romantis, aku sangat suka suasananya, alamnya, objek wisatanya. Kami menaruh sepeda ontel dekat Bank BNI jogja, aku mencari tempat duduk untuk memandang langit-langit dan pesta kembang api yang berwarna-warni. Aku mulai bercerita tentang indahnya masa-masa kuliah yang baru saja kami lewati. Pandanganku terus ke atas, benar-benar indah!.
“Na, pasti aku nanti bakal kangen banget sama kalian. Pokoknya kita jangan sampai putus hubungan, kita harus kasih kabar ya. Terserah deh, apa lewat Email, YM, FB, Twitter, WA atau yang lainnya. Jangan lupain aku ya, terus kalo ada yang married, undang-undang aku ya” aku memutar wajahku ke Nana. Saat aku berbalik dan ingin meberikan kelingking sebelah kananku untuk menyatukan semua janji antara aku dan Nana, tapi bukan Nana yang aku lihat. Kalian tau siapa? Sosok yang selalu mengejarku selama kuliah, ya benar, dia RAYHAN PRATAMA!. Rasanya tubuhku membeku saat ini, mulutku kaku, hatiku paceklik, organ-organ tak bekerja secara wajar dan jantungku berdetak hebat.
“Ray….?” ucapku kelu.
Tanpa basa-basi, Ray kembali mengucapkan kata-kata yang sering dia ucapkan dulu, tapi…
“Kamu inget kan janji aku?. Aku gak akan pernah menyerah untuk mendapatkan kamu. Aku juga selama ini tidak berpaling dengan perempuan manapun. Aku tetap setia saat kuliah meskipun semua usahaku belum ada yang terbalas, bahkan kamu hampir menganggap itu hanya angin lalu. Meski aku terlalu sakit menunggumu, bersabar dengan semuanya, tapi keyakinan hatiku lah yang tak bisa membalas dengan kejahatan. Aku yakin dengan semua ucapanmu, kalau kita berjodoh, suatu saat kita akan dipertemukan kembali ditempat yang sama atau tempat yang berbeda. Aku yakin itu!. Aku tak pernah putus untuk berdoa. Aku benar-benar mencintaimu, meski awalnya aku membencimu. Maafkan aku, karena kebencianku terhadapmu membuatku tertunduk akan cintamu” kali ini Ray tak mau kembali gagal dengan semua usaha yang dia lakukan. Dia mengungkapkan semua perasaannya.
“Ray, aku tau segalanya. Aku mengerti apa yang kamu rasakan. Aku juga memiliki perasaan yang sama denganmu. Aku juga sangat mencintaimu. Tapi maafkan aku, aku tak bisa menerimamu sebagai pacarku, lagian sebentar lagi kita akan terpisah oleh dua benua dan Negara yang berbeda. Aku tak siap jika kita harus LDR” jawabku memberanikan diri, aku tetap pada pendirian awal, menolak semua yang Ray harapkan.
Ray mengeluarkan kotak kecil dari saku celananya.
“Kali ini aku tidak memintamu untuk menjadi pacarku ataupun seseorang kekasih. AKU INGIN MENIKAHIMU” Ray mengatakan suatu hal yang tak pernah aku pikirkan sebelumnya. Gemuruh seakan datang menghujam, bukan karena kesakitan yang menghampiri tapi kebahagiaan yang luar biasa. Nana dan sahabatku serta keluargaku ternyata telah berdiri di belakangku. Yang mengejutkan disana juga ada keluarga Ray. Aku semakin bingung dengan alur yang Allah rencanakan dengan ide kreatif Ray. Tetesan air mata itu jatuh secara lembut ke pipiku. Ray menyematkan cincin di jari manisku. Aku benar-benar seperti robot yang hanya dikendalikan oleh Ray.
Malam yang begitu indah, cahaya kunang-kunang benar adanya. Ia menyinari kami, ia menguatkan Ray untuk terus mengejar cintanya, ia menyabarkan Ray bahwa semua akan indah pada waktunya. Di samping itu, cahaya kunang-kunang telah menjaga keteguhan hatiku, membuka hatiku untuk Ray seorang. Cahaya itu menyinari seisi ruang di hati kita, di sekitar kita bahkan dunia-pun merasakan itu. cahaya itu benar-benar membawa kita ke dalam jurang kebahagiaan, suka cita, kesenangan dan untuk cinta yang suci. Hari ini tanggal 28 Maret 2011 pukul 08.08 PM di Jogjakarta, aku akan menjadi istri sah dari seorang Rayhan Pratama, S.T. Aku ingin selama-lamanya bersamamu, dunia akhirat. Cerita cahaya kunang-kunang cinta berakhir dengan indah. Percayalah semua akan menjadi cerita manis jika kita mempercayainya ^^.

Always loving you my sweetest heart
(28 Maret 2011 Unsri, Inderalaya)
Regards

No comments:

Post a Comment