4 Februari
2014, 12.52 pm –13.35 pm
Assalamualaikum
wr wb.
Selamat siang.
Disela-sela waktu istirahat di perpustakaan PE Pertamina RU VI Balongan, aku
menyempatkan untuk menulis. Aku duduk di depan laptopku dan di samping kanan
kiri, rekan dari UPN Jogjakarta dan UNILA sedang sibuk dengan tugas khusus
masing-masing.
Pikiranku
melayang-layang, jantungku berdetak lebih cepat dari yang aku harapkan. Aku
teringat semua kenangan bersamanya.
Teruntuk , Abi
yang paling aku banggakan. Dari anak perempuanmu pertama, anak yang kau sayangi
sepanjang hidupmu.
Foto oleh : DFS 2012
Abi, apa kabar
sekarang? Abi sudah shalatkah dan makan siang? Apa abi masih saja berkeliling
dari satu sekolah ke sekolah lain? Cuaca disana panaskah bi? Semoga abi selalu
dalam lindungan Allah SWT, keselamatan dan keberkahan setiap detiknya.
Abi laki-laki
sangat hebat yang pernah tercipta di dunia ini. Abi paham betul bagaimana
menghadapi anak pertamanya ini. Abi tau bagaimana menjaga, menyayangi,
mencintai, memberikan apa yang anakmu ini mau.
Abi, baru
menulis sedikit rangkaian kata, air mata sudah mulai bercucuran. Abi, maafkan
anakmu ini. Aku tau terlalu banyak kesalahan yang aku lakukan. aku telah
menyakiti dan mengecewakanmu. Meski aku tau, abi tidak pernah menganggap itu
sebuah kesakitan. Abi selalu memaafkan bahkan tidak pernah menganggap itu
sebuah permasalahan. Abi, engkau begitu tegar. Aku lihat kedua bola matamu
tetap menatap kami dengan tegas. Senyumanmu selalu menghantui setiap detik
kebersamaan kita.
Abi, aku memang
anak pertama. Seharusnya aku adalah anak yang paling tegar dan mandiri saat
bersamamu. Seharusnya aku tidak bermanja-manja, selalu mengutarakan apa yang
aku mau dan inginkan, selalu membuatmu menunggu, membuatmu khawatir serta
gundah. Aku terus menerus merepotkanmu.
Abi, umurmu
memang sudah setengah abad lebih. Tapi wajahmu tetap awet muda, semangatmu
seperti anak muda, cara berpikirmu juga. Aku salut denganmu abi. Aku merasa abi
adalah lelaki paling sempurna yang diciptakan untuk membimbing aku.
Abi, engkau
setiap hari meneleponku. Menanyakan kabarku, dimana aku berada dan sudah
selesaikan tugasku, kuliahku, serta kegiatan lainnya. Jadwal itu sudah engkau
atur serapi mungkin. Saat subuh atau sebelum subuh, handphoneku selalu
berbunyi, berdering. Jika hp itu mati atau sedang di cas, engkau berusaha
menghubungi ke nomor sahabat atau rekan yang lainnya. Dalam waktu tersebut,
engkau terus meneleponku hingga suaraku terdengar olehmu. Berpuluh-puluh missed call dan SMS masuk ke daftar
telpon serta pesan.
Abi, saat aku
sedang ada kegiatan dan pergi ke suatu tempat. Kau terus memantauku via hp.
Engkau menanyakanku kapan pulang, engkau menjemputku. Sering sekali aku
membuatmu menunggu hingga berjam-jam lamanya. Aku merasa berdosa, aku merasa
benar-benar telah membebankan hidupku padamu, abi.
Abi, ketika aku
bercerita, engkau mendengarkan ceritaku dengan antusias. Ada cerita yang aneh
dan menurutmu tidak benar, engkau langsung menasehatiku. Disela-sela ceritaku,
engkau memberikan masukan dan ide yang sangat luar biasa. Pengalamanmu sangat
membuatku berdecak kagum. Perjalanan hidupmu penuh dengan lika-liku. Darimu aku
banyak belajar banyak tentang kehidupan ini.
Abi, engkau
memiliki kepintaran yang aku sangat suka itu. Saat masih menjadi seorang
bujang, engkau telah mengelilingi beberapa kota dan lintas pulau. Engkau
menikmati setiap moment di perjalananmu. Mendengarnya saja, aku merasa berada
di tempat yang engkau kunjungi dahulu. Engkau pernah mengikuti beberapa kali
tes SIPENMARU (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru – Perguruan Tinggi) di UI
(Universitas Indonesia). 3 tahun mencoba berulang kali, tapi takdir Tuhan
berkehendak lain. Tapi, semangatmu untuk tidak menyerah pada satu tempat
mengantarkanmu untuk ke Duta Besar Russia di Jakarta. Engkau belajar Bahasa
asing selain Bahasa inggris. Engkau belajar Bahasa Russia, Jerman dan beberapa
Bahasa lainnya. Hingga saat ini, engkau masih saja ingat setiap kata dan
percakapan dari Bahasa asing itu. Ketika aku berbicara Bahasa inggris dan
salah, engkau mengatakan bahwa Bahasa inggrisku jelek. Bukankah itu kelebihan yang
tidak semua orang miliki secara ortodidak? Engkau benar-benar mengispirasi,bi.
Abi, aku masih
ingat semua kenangan kita. Sejak kecil aku sudah ikut engkau berkeliling
Jakarta dan Jawa Barat. Ketika engkau masih menjadi karyawan salah satu
perusahaan besar tahun 1999-2000-an, aku sudah engkau ajak berkeliling melihat
tempat-tempat lain. Saat larut malam tiba, aku merasa sangat lapar, engkau
mengajakku makan di warung kopi. Engkau memesankan aku roti bakar susu, yang
hingga saat ini aku masih merasakan kenikmatannya. Tahun 2001, ketika Gusdur
dilengserkan dari kursi kepresidenan, keadaan Jakarta sangat rusuh. Hiruk pikuk
partai berwarna merah banteng bertebaran di seluruh penjuru Jakarta dan kota di
Indonesia lainnya. Kita seakan tidak mempedulikan semua kekacauan itu. Kita
menuju foto studio dan berfoto di kursi yang berbeda. Kursiku kecil dan engkau
duduk di kursi yang lebih tinggi dariku. Satu lagi yang membuatku terkesima
yaitu pakaian yang kita gunakan. Kita sama-sama memakai kaos kutang putih dan
celana pendek.
Abi, aku ingat
betul, ketika tahun ajaran baru sekolah. Aku menginginkan buku tulis,
perlengkapan alat tulis, seragam dan sepatu serta kaos kaki. Saat itu engkau
mengajakku ke kantormu. Engkau membawa uang Rp 200.000 (saat itu aku kelas 2
SD). Engkau mengajakku ke Jatinegara dan Kota untuk membeli semua perlengkapan
itu. Aku sangat bahagia abi, sangat bahagia.
Abi, perjalanan
ke puncak bersamamu dan rekan-rekan kantor, membuat aku semakin menikmati
setiap ornamen ciptaan ALLAH SWT. Aku merasa berarti di sampingmu abi.
Abi, tahun 1998
adalah peralihan dari zaman orde baru menuju reformasi. Jakarta dan Indonesia
seperti porak-porandah. Malam kejadian itu engkau pulang larut malam, hingga
aku tertidur pulas ketika menunggumu di rumah. Ternyata engkau ditahan karena
orang-orang mengira engkau keturunan bangsa China. Esok paginya, engkau seperti
biasa mengantarkanku sekolah ke Tangerang (TK.Al-Faruqiyah) dari Kali Deres.
Menggunakan motor yang engkau kendarai, tiba-tiba kita diberhentikan oleh
banyak orang. Mereka kembali mengira kita adalah keluarga berketurunan bangsa
China. Dengan spontan, aku menjerit kepada orang-orang itu, bahwa kami bukan
orang China tapi orang Indonesia. Engkau terkejut melihat tingkah laku anakmu,
yang masih sangat kecil tapi sudah paham bagaiman harus menjelaskan sesuatu.
Abi, engkau
begitu sabar. Ketika lulus dari TK umur 5 tahun, aku ingin melanjutkan ke SD
dekat rumah di Kali Deres. Karena umurku belum cukup untuk masuk SD, aku tidak
diperbolehkan untuk masuk ke SD tersebut. Hal ini juga yang terjadi saat aku
melamar masuk TK di Jakarta, semua tidak ada yang menerimaku karena masalah
umur. Aku menunjukkan kemampuanku. Aku lolos seleksi masuk SD unggulan, tapi
aku harus masuk kelas siang. Padahal aku ingin sekali masuk kelas pagi. Engkau
mengusahakan dan berbicara kepada kepala sekolah. Aku diikutkan kembali
seleksi. Aku harus menghitung, menulis dan membaca di papan tulis kelas 1.
ALHAMDULILLAH, AKU BISA MELAKUKAN ITU SEMUA! Engkau kembali tersenyum, melihat
anakmu berkembang secara pesat. Ini buah kesabaranmu abi.
Abi, setelah
SMP di asrama Jati Bening Bekasi, aku melanjutkan SMA di Lubuk Linggau Sumatera
Selatan. Aku merantau kembali ke tempat dimana engkau pernah tinggal di kota
tersebut. Aku tidak menyangka engkau menetap untuk beberapa waktu di dekat kota
Lubuk Linggau, Palembang. Aku bingung kenapa engkau berkeliling dan tidak
menetap di Bekasi. Setelah lulus dari SMA, aku mengikuti banyak tes di
perguruan ikatan dinas di Indonesia. Aku melamar ke Universitas Sriwijaya Jurusan
Teknik Kimia, aku ikut seleksi IPDN, STAN dan STIS. Aku lulus di UNSRI dan
IPDN. Saat ingin melanjutkan ke tahap selanjutnya, aku merasa tidak sanggup.
Aku berpikir untuk mengundurkan diri. Aku ingin bertahan di Teknik Kimia. Umi
dan Bude menyayangkan keputusanku, dan mengharapkanku di perguruan ikatan dinas
itu. Gamang luar biasa. Tapi, engkau datang dengan kenyamananmu. Aku
menyemangatiku, engkau mendukungku. Engkau memberikan motivasi yang luar dari
dugaannku. Disaat banyak orang tidak menyukai keputusanku, engkau dating dengan
segala cahayamu.
“Buat apa
bersedih? Kamu bisa membuat pabrik dari Jurusanmu. Kamu bisa bekerja di
perusahaan besar. Kalau bisa kamu membangun kilang minyak untuk Indonesia. Kamu
bisa membuat dan mengisi ulang tinta-tinta spidol menjadi rupiah. Dari
keahlianmu, kamu bisa menciptakan sesuatu. Kalau menjadi PNS, kreativitasmu
tidak bisa berkembang secara maksimal. Lanjutkan nak, kamu bisa lakukan itu!”
Kalimat ini
yang selalu terngiang dalam hati dan pikiranku. Aku selalu bertahan, karena aku
ingin membuat abi percaya bahwa memiliki anak sepertiku adalah anugerah.
Abi, cerita itu
akan aku tulis. Aku ingin mengenang setiap jasa dan pelajaran berharga darimu.
Abi, aku sangat mencintaimu. Aku sangat bangga memiliki abi sepertimu.
Abi, aku tak
dapat membayangkan ketika aku tak bisa di sampingmu.
Abi, sehari
saja engkau tidak meneleponku, aku merasa ada yang hilang dalam sekejap. Aku
tidak tau harus cerita dengan siapa jika aku sedang mendapatkan kebahagiaan dan
rezeki yang besar dari Allah.
Abi, engkaulah
orang pertama yang tau apa saja berita tentangku.
Abi, di setiap
ceritaku, aku menceritakanmu dengan penuh semangat. Engkau menginspirasi.
Abi, aku selalu
berdoa, engkau hidup dengan keberkahan dan keridhoan-Nya. Aku mau menghapal
Al-Qur’an, karena mengharap Ridho-Nya dan aku ingin memakaikan mahkota yang
sangat indah di Surga nanti.
Abi, setiap
kali aku memberikanmu sesuatu, engkau selalu berkata : “Tidak usah nak, simpan
saja uang itu untuk kakak”. Hatiku tersentuh, bagaimana bisa aku membalas semua
kebaikanmu selama ini? Selama aku hidup di dunia? Selama aku menjadi anakmu?
Bagaimana bisa? Tolong jawab abi, aku ingin membuatmu benar-benar tidak
menyesal memiliki anak sepertiku. Aku tidak pernah menyesal menjadi anakmu.
Abi, semua sifat
dan indentitas yang ada didirimu turun kepadaku. Aku anakmu yang pertama, anak
perempuanmu, aku putri kecilmu yang dahulu sekarang sudah terus beranjak
dewasa. Kita mempunyai mata yang sama, mata sipit darimu abi. Mata yang
membuatku sangat beruntung untuk memilikinya. Hidung, telinga bahkan masih
banyak sekali semua jejakmu yang engkau turunkan untukku. Hobi berkelana yang
engkau lakukan sejak kecil, telah membuatku semakin mencintai setiap
perjalanan. Semuanya, aku merasa kesamaan itu darimu abi.
Abi, anak
perempuanmu ini sedang berjuang untuk memberikan lebih banyak senyuman untukmu.
Abi, semoga
surga selalu menantimu. ALLAH mengampuni dosa kita semua.
Abi, aku
benar-benar jatuh cinta terhadapmu. Lelaki kuat nan gagah yang telah banyak
mengajarkanku kehidupan.
Abi, anakmu ini
sangat merindukanmu. Aku sangat mencintaimu. Aku ingin membuatmu BANGGA karena
AKU. Sekarang, biarlah aku memenuhi semua janjiku padamu, LELAKI TERHEBAT DALAM HIDUPKU. AKU MENCINTAIMU! ABI!
Abi Dini
Fuadillah Sofyan, Sofyan Nurdin.